Saturday, December 26, 2009

Seorang Penolong Dua Hari Menjelang Natal


Tulisan ini dipublikasikan juga di KabarIndonesia (tulisan ke-84), DailyAvocado (tulisan ke-5) dan Cross-Written.

Dua hari menjelang Natal tahun yang lalu, Penulis memiliki pengalaman yang mengesankan. Saat itu ramalan cuaca, baik di televisi dan informasi cuaca online menyebutkan bahwa badai salju akan menerjang dengan suhu di bawah tiga puluh dua derajat Fahrenheit (beberapa derajat di bawah suhu es). Wal-Mart, tempat kerja Penulis sudah mulai tampak sepi menjelang pukul enam malam. Biasanya ratusan customer datang untuk berbelanja, namun malam itu suasana sudah sangat lengang. Rekan-rekan sekerja yang bertugas malam hari hingga dini hari sudah mulai menelepon untuk absen diri, sedangkan rekan-rekan lainnya sudah banyak yang meninggalkan pekerjaan menjelang pukul tujuh malam.

Saat itu Penulis masih bertahan untuk tidak meninggalkan pekerjaan hingga pukul delapan lewat tiga puluh menit waktu Pennsylvania. Beberapa rekan ada yang bersedia tinggal di tempat kerja dan para Manager sudah bersiap sedia untuk tinggal hingga dini hari. Itulah salah satu resiko dan bentuk tanggung jawab para Manager mengingat tempat kerja Penulis tetap buka selama dua puluh empat jam sehari dan tujuh hari dalam seminggu walau badai salju menerjang sekalipun.

Tanpa berpikir bahwa badai salju telah berselang lebih awal, Penulis mengenakan seluruh perlengkapan, dari scarf, kaos tangan dan jaket khusus musim dingin. Ternyata udara di luar sangat super dingin – di luar dugaan Penulis. Salju sudah turun cukup lebat walau permukaan jalan masih belum tertutup salju. Hanya berjalan sekitar tiga puluh meter dari pintu masuk menuju ke mobil, tangan Penulis sudah terasa dingin dan kaku. Sialnya, sewaktu Penulis berusaha membuka pintu mobil, ternyata tidak dapat dibuka. Penulis mencobanya berulang kali tetapi tetap tidak dapat dibuka padahal seingat Penulis, mobil tersebut biar pun keluaran sepuluh tahun yang lalu tidak bermasalah sedikit pun.

Rasa khawatir mulai memuncak sewaktu Penulis melihat di sekitar halaman parkir Wal-Mart yang luasnya seperti lapangan sepak bola yang biasanya ratusan mobil terparkir di sana, saat itu hanya beberapa mobil yang terlihat dan dapat dihitung dengan sepuluh jari saja. Tidak tampak seorang pun lewat dan tak tampak sebuah mobil pun melintas. Akhirnya Penulis mencoba sekali lagi, kali itu untuk keempat pintu – masih tetap tak ada satu pintu pun terbuka. Alamat! Mau tidak mau Penulis harus kembali ke dalam gedung untuk minta pertolongan tapi siapa yang mau menolong di malam hari dengan suhu sedingin itu? Penulis pun ragu-ragu untuk kembali ke gedung. Di satu sisi, tangan Penulis sudah mulai sakit menahan dingin walau sudah dimasukkan ke saku jaket. Tangan Penulis sudah tak dapat merasakan apa-apa selain menahan sakit menahan dinginnya udara.

Tiba-tiba Penulis mendengar suara ‘brak!’ sekitar tiga puluh meter dari lokasi di mana Penulis berdiri di samping mobil. Penulis ingin mengetahui siapa gerangan dan bermaksud meminta pertolongan. Dengan langkah penuh harap dan berlari kecil, di balik beberapa deretan mobil truk, tampak dua orang ‘Pusher’ sedang mengumpulkan puluhan kereta belanja untuk ditarik secara otomatis. Dengan sedikit ragu-ragu, Penulis memberanikan diri untuk meminta pertolongan. Ternyata permohonan Penulis disambut baik oleh seorang di antara mereka berdua. Ia pun mengikuti langkah Penulis ke mobil dan mulai beraksi. Hasilnya sama saja. Pintu mobil masih belum dapat dibuka meskipun posisi kunci sudah terbuka.

Kepanikan mulai menyerang Penulis, sedangkan dinginnya kedua tangan sudah tak dapat dikendalikan lagi. Rasanya Penulis ingin langsung berlari ke dalam gedung. Melihat paniknya Penulis, ia pun berusaha sekali lagi dan menanyakan apakah mobil Penulis memiliki masalah seperti itu sebelumnya. Penulis pun menjawab bahwa mobil itu sehat walafiat. Saat itu Penulis sudah membayangkan alternative akhir - mau tidak mau harus tinggal di dalam gedung bila pintu mobil tak dapat dibuka. Penulis mulai memohon dalam doa di dalam hati, sambil melihat si pria penolong itu masih sibuk berusaha membuka pintu. Rasanya tidak enak bila membiarkannya melakukannya di cuaca yang begitu dinginnya.

Saat Penulis bermaksud untuk mengatakan ‘berhenti saja’ tiba-tiba pintu sebelah kanan terbuka saat ia menariknya sekali lagi. Penulis rasanya ingin mengeluarkan air mata – hampir tidak percaya melihat adegan di depan mata. Ia tampak tersenyum sambil berkata bahwa pintu sudah terbuka dan mempersilahkan Penulis untuk masuk ke dalam mobil. Oleh karena masih terkesan, Penulis mengatakan agar ia tetap membuka pintu itu dan menghampirinya sambil mengucapkan terima kasih dan menyarankannya agar segera pulang karena cuaca yang sangat buruk dan tidak perlu mengkhawatirkan kereta-kereta belanjaan. Penulis katakan bahwa para Manager pun akan memakluminya. Ia pun berkata bahwa kereta-kereta itu adalah pekerjaannya yang terakhir malam itu dan segera akan pulang. Tak lupa Penulis bertanya siapakah namanya dan ia menyebutkan namanya yang sangat sulit untuk diingat. Sebelum masuk ke dalam mobil, Penulis mengucapkan ‘Selamat Natal’ kepadanya. Tanpa diduga ia berjalan mendekat dan memeluk Penulis dengan kedua belah tangannya sambil berkata, “Merry Christmas!” Penulis sangat terharu, rasanya ia mengetahui bagaimana perasaan Penulis yang sangat panik pada saat itu. Penulis bermaksud ingin memberikan sesuatu kepadanya tetapi batal mengingat saat itu Penulis tidak membawa uang ‘cash’. Dengan penuh yakin dan mantap Penulis mengatakan sebelum ia melangkah meninggalkan lokasi di mana Penulis berdiri, “You are my angel. God will bless you!” Ia pun tersenyum dan melambaikan tangan kanannya sambil berkata, “Thank you. Go home soon! Be careful in driving!”

Di dalam mobil selama sekitar lima belas menit Penulis berdiam diri, duduk di kursi mobil hingga kondisi di dalam mobil tidak terlalu dingin sambil meninggikan ‘heater’ secara maksimum. Penulis berupaya mengingat rupa si Penolong tersebut, namun rasanya mustahil. Yang terlihat hanyalah raut mukanya saja yang tertutup topi musim dingin dan dikerudung dengan topi jaketnya. Penulis hanya mengingat si Penolong tersebut berperawakan tinggi dan berkulit hitam. Itu saja, namanya pun sangat susah untuk diingat.

Selama di perjalanan, Penulis tak henti-hentinya mengucap syukur dan berterima kasih akan adanya pertolongan di luar dugaan. Sementara sepanjang perjalanan sudah tampak sangat lengang dan hampir tidak tampak satu pun mobil melintas. Penulis berpikir dalam hati mengapa tidak pulang lebih awal untuk menghindari situasi yang mencekam seperti itu.

Setiba di rumah, Penulis sudah tidak sabar menceritakan kejadian itu kepada sang suami dengan mata agak berkaca-kaca. Penulis katakan kepadanya, “He is my angel” dan memberitahukannya kalau tidak ada pertolongan, mau tidak mau Penulis akan tinggal di gedung hingga keesokan harinya. Penulis bertanya mengapa pintu mobil tak dapat dibuka sama sekali. Suami Penulis menjawab, itu disebabkan cuaca yang sangat dingin, sehingga kebekuan memungkinan hal itu. Penulis tak membuang waktu, berjalan ke dapur dan mengecek alat pengukur suhu udara di luar. Ternyata benar, udara di luar menunjukkan minus tujuh derajat Celcius!

Malam itu Penulis menyertakannya di dalam doa. Penulis yakin meskipun berkat itu tak datang dari Penulis itu sendiri, berkat itu akan datang dari sumber lainnya. Dalam doa Penulis yakin bahwa siapa pun yang menolong sesama dengan ketulusan hati, maka si Penolong tersebut akan mendapatkan bagiannya.

Melalui cerita di atas, kita dapat merenungkan sesuatu, apakah kita juga pernah memanjatkan doa kepada mereka yang membutuhkan pertolongan kita yang tak dapat kita jangkau? Atau hanyakah kita berdoa kepada sesama yang hanya pernah menolong kita saja? Yakinkah Anda bahwa doa dan iman adalah sebuah senjata yang mutakhir kita dalam berkomunikasi dengan sang Pencipta?

Menjelang Natal ini, marilah kita semua mengingat sesuatu, di kala kita membelanjakan begitu banyak uang untuk makanan dan hadiah dalam merayakan Natal, di belahan bumi lainnya masih banyak mereka yang kelaparan dan membutuhkan pertolongan. Ulurkan tangan Anda! Bantuan dalam bentuk apa pun akan sangat membantu, termasuk doa-doa Anda.

Selamat Natal. Kiranya damai Natal senantiasa menyertai kita selamanya. Amin (*)

Thursday, December 17, 2009

Media Online Meningkatkan Kemampuan Menulis


Link Artikel: KabarIndonesia.com (tulisan ke-83 di HOKI)

Dalam kurun waktu hampir sembilan bulan ini saya telah memperpanjang keanggotaan dalam sebuah forum kepenulisan creative writing, tempat para penulis internasional berkumpul untuk saling berbagi ilmu lewat tulisan-tulisan dan review mereka. Salah satu alasan ketertarikan untuk bergabung di dalamnya karena saya memiliki sebuah tujuan, yaitu memperdalam dunia tulis-menulis khusus creative writing dalam menggunakan bahasa kedua saya, yaitu bahasa Inggris. Dengan ditambah faktor biaya keanggotaan yang relative tidak mahal dan waktu yang fleksible merupakan pertimbangan yang turut menjadi bagian dalam mengambil keputusan tersebut.

Apakah yang saya dapatkan setelah bergabung di dalamnya? Sungguh luar biasa, di luar dugaan saya. Selain begitu banyak masukan/ review untuk tulisan-tulisan, rasa percaya diri menulis creative writing dalam bahasa kedua saya semakin meningkat. Hal ini menunjukkan, para pembaca menikmati tulisan-tulisan saya, yang mengartikan bahwa ada kemampuan yang telah digali di dalam diri dan diakui oleh orang lain.

Apakah sebuah pengakuan begitu pentingnya? Tentu tidak mutlak, walau bagaimana pun apresiasi yang diberikan oleh para pembaca merupakan sebuah alat yang tepat dan jitu untuk memacu kekreatifitasan dan motivasi dalam menulis. Kelebihan dan kekurangan saya akan terlihat dan diapresiasi oleh sesama anggota lainnya. Artinya, unsur orang lain atau ilmu dan apresiasi yang didapatkan dari orang lain merupakan salah satu faktor pembantu penyulut meningkatkan kemampuan, selain tentunya datangnya dari diri sendiri.

Beberapa waktu yang lalu, seorang peserta Pelatihan Menulis Online HOKI (PMOH) Angkatan II mengakui bahwa keikutsertaannya dikarenakan kebutuhan untuk memberikan motivasi dalam dirinya untuk tetap menulis, selain meningkatkan kemampuannya dan menambah ilmu dalam dunia tulis-menulis. Dia begitu yakin bahwa para mentor merupakan salah satu sumber motivator selain sebagai pemberi dan sumber ilmu. Kefleksibelan waktu dan biaya yang terjangkau merupakan alasan lainnya juga.

Dua buah cerita di atas merupakan sebagian kecil cerita dari begitu banyak cerita para penulis, baik pemula atau pun yang bukan dalam hal memutuskan dirinya sebelum bergabung dalam sebuah forum atau pelatihan-pelatihan menulis secara online. Tentu saja alasan setiap orang berbeda. Satu hal yang perlu diingat bahwa selama hayat masih dikandung badan, hidup adalah pembelajaran yang tak pernah habis-habisnya (Fida Abbott). Maka, sama halnya dengan dunia tulis-menulis. Apabila Anda merasa sudah hebat dan mengetahui seluruh teori dalam dunia tulis-menulis, jangan pernah mengatakan Anda sudah tidak memerlukan ilmu tulis-menulis itu lagi karena sebenarnya di situlah diketahui letak kebodohan Anda. Kita sekiranya selalu ingat akan satu hal ini bahwa setiap insan diciptakan dengan setiap kelebihan dan kekurangannya masing-masing, maka selayaknyalah apabila Anda adalah tergolong orang yang ‘ter’ atau ‘ahli’ atau yang menguasai begitu banyak ilmu tulis-menulis, maka berpeganglah pada prinsip ilmu padi: semakin berisi semakin merunduk. Sikap dan sepak terjang Anda menunjukkan siapakah Anda (Fida Abbott).

Lalu bagaimanakah dengan mereka yang masih merasa haus dalam ilmu tulis-menulis? Untuk menjawab hal tersebut, Harian Online KabarIndonesia telah membuka kembali Angkatan II Pelatihan Menulis Online HOKI (PMOH). Pendaftaran masih terbuka hingga 4 Januari 2010 pukul 24.00 WIB. Apabila Anda belum pernah mendengar akan wadah PMOH ini, segeralah berkunjung ke http://www.pelatihanmenulis.com/. Anda dapat segera mempelajari terlebih dahulu tentang apa dan siapa PMOH ini, dari sistem, sarana, waktu, para pembimbing dan info-info lainnya yang sekiranya Anda perlu ketahui sebelum mengambil sebuah keputusan untuk bergabung.

Apabila Anda mengajukan pertanyaan apakah PMOH adalah yang terbaik? Jawabannya adalah berasal dari para pesertanya. Sebagai penanggung jawab PMOH, saya tidak akan pernah mengklaim bahwa PMOH adalah Pelatihan Menulis Online terbaik di Indonesia tetapi bersama para mentor dan management PMOH memastikan bahwa kami berusaha memberikan pelayanan yang semakin baik di setiap angkatan. Dedikasi dan kesungguhan para mentor adalah hal yang utama.

Bagaimanakah dengan teori? Apabila Anda memutuskan untuk mengikuti PMOH hanya oleh karena mendapatkan modul-modulnya saja, saya katakan percuma saja karena dengan banyak membaca buku dan mendapatkan informasi dari internet tidaklah susah. Satu hal yang membedakan adalah sebagai peserta, Anda akan dipandu dan belajar disiplin dalam mencapai tujuan pelatihan tersebut.

Dari uraian singkat tersebut di atas, apakah Anda merasa tergelitik untuk melihat apa dan bagaimanakah PMOH tersebut? Saran saya, jangan buang-buang waktu! Kunjungi segera http://www.pelatihanmenulis.com/. Jangan menunggu setahun lagi! Itu artinya Anda akan membuang waktu selama 12 bulan lagi untuk mengikuti PMOH ini. Faktor biaya investasi pun tak akan dijamin akan selalu sama. Pastikan Anda tidak melewatkan untuk membaca kesan-kesan para Peserta PMOH Angkatan I sebagai bukti bahwa para pembimbing PMOH memiliki dedikasi yang tak perlu diragukan lagi.

Khusus untuk seluruh peserta Lomba Blogger HOKI 2009, jangan sia-siakan kesempatan ini karena setiap peserta mendapatkan diskon khusus sebesar 20% dari total biaya investasi. Untuk mengetahui keterangan lebih lengkap, kunjungi segera http://www.pelatihanmenulis.com/!


Jadilah Penulis Handal Bersama PMOH!



Salam sukses!
Fida Abbott
Direktur Pelatihan Menulis Online HOKI (PMOH)
http://www.pelatihanmenulis.com/