Friday, April 5, 2013

Indahnya Surga di Bumi Pertiwi?



Dua jam yang lalu saya berpapasan dengan iring-iringan jemaat lokal gereja Katolik yang sedang melakukan misa berjalan saat baru keluar dari pintu kantor pos.  Para jemaat bernyanyi bersama dan seorang Pastor berjalan di depan mereka menopang kayu salib.  Mereka tampaknya berjalan memutari lokasi daerah sekitar gereja saja.  Mereka tampak damai.  Bapak-ibu bergandengan tangan dengan anak-anak mereka.  Ada yang mendorong orang tuanya dengan kursi roda, dan ada yang berjalan dengan menggunakan tongkat.  Seorang polisi dengan mengendarai mobil menyertai mereka dari belakang sebagai garda lalu-lintas.  Ia tersenyum dengan setiap orang yang ia temui, termasuk kepada saya sendiri.

Setiba di rumah, sebelum berangkat kerja, saya online dan mendapatkan sebuah warta dari salah satu surat kabar online Indonesia yang bermarkas di AS.  Wartanya adalah mengenai video pembongkaran salah satu gereja HKBP di Jawa Barat:  http://www.youtube.com/watch?v=6d7IhKGLeEc&feature=youtu.be.  Rencana awalnya akan mengerjakan tugas yang lain, akhirnya hati saya tertambat untuk membuka link tersebut.

Terus terang hati saya menangis setelah menontonnya.  Terlepas dari masalah yang mereka sedang hadapi dengan pemerintah setempat.  Ingatan saya mengenang kembali saat masih kanak-kanak.  Warta semacam itu tidak pernah saya dengar maupun lihat.  Namun anak-anak itu mengalami sendiri, bahkan melihatnya saat pembongkaran sedang dilaksanakan.  Saat saya masih kanak-kanak, para tetangga saling mengucapkan Selamat Hari Raya yang sedang saya/keluarga rayakan, entah itu Natal atau Paskah.  Namun anak-anak itu mendengarkan suara yang menyeterui mereka.  Saat masih kanak-kanak, tetangga saya saling mengirimkan makanan saat hari-hari raya mereka, entah itu Maulud, Idul Fitri atau Idul Adha.  Namun anak-anak itu mendapatkan makanan penekanan/ketidakadilan.  Saat masih kanak-kanak, saya bermain bersama dengan siapa saja, entah itu si hitam, putih, merah, kuning, dan sebagainya.  Namun anak-anak itu mungkin hidup seperti di pengasingan.  Parahnya, mereka hidup di negara sendiri yang berdasarkan Pancasila.

Terlepas dari masalah yang sedang mereka hadapi, saya yakin bahwa segala sesuatu pasti ada jalan keluar/solusinya.  Apalagi negara Indonesia adalah negara hukum dan berdasarkan Pancasila.  Yang saya tahu bahwa bila sesuatu sudah mendapatkan ijin resmi sebelumnya, resmi kepemilikannya, bahkan sudah berjalan cukup lama, maka segala sesuatu yang akan diputuskan tidak berlanjut dengan kesewenang-wenangan, apalagi dengan pemaksaan, tetapi melalui prosedur-prosedur yang ada/hukum. Terlepas dari masalah tersebut, hati nurani saya berteriak untuk menulis hal ini, memanggil para pembaca dan pendengar warta ini yang sudah tidak asing lagi di telinga, agar kita yang berwawasan luas, berpendidikan, berhati nurani, dan memiliki hati kasih serta bijaksana, dan tentunya sebagai masyarakat Indonesia yang beraneka ragam untuk kembali bergandengan tangan.  Infiltrasi atau gangguan dari dalam negara sendiri jauh lebih berbahaya dari yang datang dari luar dan sudah terbukti lewat sejarah sebelumnya. Mari, jangan lengah! Katakan tidak ada yang dapat memporak-porandakan kesatuan dan persatuan bangsa apa pun bentuknya!  Bangsa ini dibangun di atas jutaan darah manusia.  Untuk itu mari kita hargai perjuangan para pahlawan kita.

Selain itu kita tentu bersyukur memiliki keindahan bumi Pertiwi yang tidak banyak dimiliki oleh negara lain.  Namun bila rakyatnya tidak hidup damai bersatu, keindahan tersebut tidak akan membawa berkat untuk siapa pun di bumi Pertiwi ini.  Berkat yang sia-sia dan dapat diambil kembali oleh pemilik-Nya.  Tsunami sudahlah cukup untuk kita bahwa Tuhan sudah menunjukkan kuasa-Nya.  Segala sesuatu diijinkan terjadi oleh-Nya karena maksud tertentu.  Maka kita tak ingin Indonesia seperti Sodom dan Gomora.  Kita tak perlu mendapatkan teguran dari Yang Maha Kuasa untuk membuat semua rakyat Indonesia saling bergandengan tangan.  Maka berkat keindahan alam tersebut tentunya dapat dinikmati bersama dengan keseimbangan hati, keutuhan cinta kasih, saling menghormati, dan kerukunan hidup bersama.

Inginkah kita hidup berdampingan seperti itu?  Siapakah yang tidak ingin hidup dalam cinta kasih?  Mari kita ciptakan surga di bumi Ibu Pertiwi, bukan neraka yang merenggut jiwa dan hati. Salam Bhinneka Tunggal Ika dan selamat marayakan Paskah untuk masyarakat Indonesia yang Nasrani. (*)

Sumber foto: Fotosearch

Keterangan: tulisan ini telah tayang di HOKI (rubrik Nasional), Sabtu 30 Maret 2013:
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=8&jd=Indahnya+Surga+di+Bumi+Pertiwi%3F&dn=20130330035737