Wednesday, May 22, 2013

Sabuk Pengamanku


Masih hangat dalam ingatan saya pada dua bulan yang lalu, tepatnya pada tanggal 22 Desember 2006, hari Jumat dini hari antara pukul 4.30 - 4.50 waktu Amerika Bagian Timur, saya mendapatkan kecelakaan mobil. Bagian sebelah kiri mobil saya diserempet oleh truck trailer yang dikemudikan di atas kecepatan normal di perempatan lampu merah.  Tampaknya sopirnya berusaha nyelonong pada saat lampu merah menyala.

Foto di atas diambil pada hari yang sama saat terjadinya kecelakaan. Itu baru diserempet saja, belum ditabrak langsung.  Mobil saya berputar-putar seperti kitiran setelah diserempet dan akhirnya menabrak badan kanan jalan.  Saya mengucap syukur kepada Tuhan karena saat itu tidak ada mobil lain dari arah belakang. Kalau saja ada, saya tidak dapat membayangkan bagaimana keadaannyawaktu itu.

Sekilas saja, pasti Anda berpikir bagaimana parahnya keadaan saya karena dashboard-nya sudah melenceng beberapa derajat dari tempatnya, kemudian pintu mobil sebelah kiri hancur sama sekali.  Ternyata apa yang mungkin Anda pikirkan tidak seperti apa yang saya alami.  Meski mulut saya penuh dengan pecahan-pecahan serpihan kecil kaca pintu mobil, seluruh rambut dan sekujur badan, juga bagian mata kanan saya temukan beberapa serpihan.  Beruntungnya serpihan-serpihan itu tidak melukai saya karena kaca itu di-design sedemikian rupa, sehingga apabila terjadi kecelakaan tidak akan melukai si penumpangnya.  Hanya tangan kiri saya berlumuran darah segar karena menghantam pintu kaca sebelah kiri yang berakibat beberapa pecahan kaca masih dapat melukai. Tiga buah jari tengah kiri saya membengkak dan berwarna biru sehingga dokter menyarankan untuk memotong cincin saya agar mempermudah pembersihan dan pengecekan dengan sinar. Dikhawatirkan kemungkinan ada tulang jari yang retak.  Ternyata dari hasil pemeriksaan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.  Semuanya normal. Puji syukur kepada Tuhan!

Dalam kurun waktu tiga hari, saya merasakan ketidaknyamanan sama sekali.  Dari leher hingga seluruh badan saya sakit sekali dan terdapat warna merah biru di sana-sini. Kepala saya terasa aneh seperti ada beban berat yang tertinggal setiap saat saya bangun dari tidur atau setelah menyandarkan badan dan kepala. Suara saya juga berubah seketika.  Mungkin mengikuti keadaan otak saya yang masihshock--terguncang.  Tetapi setelah dibuat duduk diam sekitar 15 atau 20 menit, maka berangsur-angsur akan normal kembali. Belum lagi kalau dibuat bergerak terus, kepala saya terasa seperti bingung. Akhirnya baru mengetahui dari suami saya kalau kondisi tersebut merupakan proses setelah benturan-benturan keras yang saya alami. Maksudnya, otak saya tidak berkenan dengan keadaan seperti itu, sehingga saya disarankan untuk tidak banyak bergerak, seperti juga yang disarankan oleh dokter dan para perawat di Unit Gawat Darurat. Maklumlah, khan baru pertama kali mengalami kecelakaan yang menurut saya termasuk skala besar.  Berangsur-angsur rasa sakit pada badan dan keanehan rasa pada kepala saya berkurang dan akhirnya normal juga dalam hitungan beberapa minggu. Hanya trauma dalam mengemudi saat itu masih saya rasakan.  Namun hanya tinggal beberapa persen saja pada saat saya menulis artikel ini.

Lepas dari apa yang telah diceritakan di atas, saya termenung.  Kira-kira gerangan apa yang membuat saya tidak terluka parah sama sekali.  Saya yakin tentunya semua itu tidak luput dari kebesaran Tuhan. Dia telah menyertai dan melindungi saya sehingga selamat. Melalui peristiwa tersebut, saya diingatkan bahwa iman tanpa tindakan atau perbuatan adalah sia-sia. Apakah tindakan saya waktu itu?  Selain selalu berdoa setiap saat sebelum mengemudikan mobil, saya selalu menggunakan sabuk pengaman mobil. Bukan hanya merupakan bagian dari hukum yang patut untuk dipatuhi di negeri Paman Sam ini, tetapi lebih dari itu adalah datang dari kesadaran saya sendiri. Coba kita bayangkan kalau seandainya saya tidak menggunakan sabuk pengaman saat peristiwa itu terjadi.  Mungkin saya akan mengalami gegar otak dan badan saya akan tebanting ke kanan dan ke kiri. Tentu saja ini akan membahayakan keadaan saya sendiri.

Untuk itu melalui artikel ini, kita diingatkan agar selalu menggunakan sabuk pengaman mobil ke mana pun kita pergi, entah itu di dalam atau keluar kota, jarak dekat maupun jarak jauh.  Karena yang namanya musibah itu datangnya bisa kapan saja, walau kita sudah berhati-hati sekalipun.

Mengapa saya tekankan penggunaan sabuk pengaman ini?  Jawabannya, karena di Indonesia masih jauh sekali kesadaran untuk menggunakan sabuk pengaman. Mungkin juga hal ini dikarenakan hukum di Indonesia belum mewajibkan penggunaannya seperti kewajiban menggunakan helm dalam bersepeda motor. Jadi hanya sebatas penyaranan saja. Kalau di negeri Paman Sam ini akan ditindak langsung apabila diketahui si pengemudi mobil dan seluruh penumpangnya tidak menggunakan sabuk pengaman. Tidak tanggung-tanggung, karena dendanya bisa ratusan dollar untuk satu orang saja.

Masih hangat dalam ingatan saat masih di Indonesia.  Umumnya saya tidak pernah menggunakan sabuk pengaman, meskipun  dalam perjalanan keluar kota. Terkadang hanya si pengemudi saja yang menyematkan sabuk pengamannya apabila memasuki jalan tol.  Selepas itu, ya dicopot kembali. Belum lagi terkadang mobil yang ditumpangi biasanya melebihi kapasitas.  Mestinya hanya cukup untuk 7 orang saja, tetapi bisa diisi menjadi 8, 9 atau 10 orang. Wah, ini kalau di Amerika sudah didenda ribuan dollar.

Saya berharap melalui pengalaman saya, kiranya dapat mengubah kebiasaan kita dalam mengemudikan mobil. Jadikanlah sabuk pengaman itu yang utama apabila kita masih belum membiasakan diri untuk menggunakannya.  Memang rasanya tidak nyaman, tetapi ingatlah, itu demi keselamatan kita sendiri yang berarti juga keselamatan keluarga kita. Kalau sudah menjadikan hal ini sebagai rutinitas setiap saat sebelum menjalankan mobil, maka menggunakan sabuk pengaman akan terasa seperti suatu kebutuhan.  Kita tidak akan merasakan tidak nyaman lagi. (*)

Tulisan di atas telah ditayangkan di KabarIndonesia, Rubrik Serba-Serbi, 25 Pebruari 2007: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=5&dn=20070224232855

Friday, April 5, 2013

Indahnya Surga di Bumi Pertiwi?



Dua jam yang lalu saya berpapasan dengan iring-iringan jemaat lokal gereja Katolik yang sedang melakukan misa berjalan saat baru keluar dari pintu kantor pos.  Para jemaat bernyanyi bersama dan seorang Pastor berjalan di depan mereka menopang kayu salib.  Mereka tampaknya berjalan memutari lokasi daerah sekitar gereja saja.  Mereka tampak damai.  Bapak-ibu bergandengan tangan dengan anak-anak mereka.  Ada yang mendorong orang tuanya dengan kursi roda, dan ada yang berjalan dengan menggunakan tongkat.  Seorang polisi dengan mengendarai mobil menyertai mereka dari belakang sebagai garda lalu-lintas.  Ia tersenyum dengan setiap orang yang ia temui, termasuk kepada saya sendiri.

Setiba di rumah, sebelum berangkat kerja, saya online dan mendapatkan sebuah warta dari salah satu surat kabar online Indonesia yang bermarkas di AS.  Wartanya adalah mengenai video pembongkaran salah satu gereja HKBP di Jawa Barat:  http://www.youtube.com/watch?v=6d7IhKGLeEc&feature=youtu.be.  Rencana awalnya akan mengerjakan tugas yang lain, akhirnya hati saya tertambat untuk membuka link tersebut.

Terus terang hati saya menangis setelah menontonnya.  Terlepas dari masalah yang mereka sedang hadapi dengan pemerintah setempat.  Ingatan saya mengenang kembali saat masih kanak-kanak.  Warta semacam itu tidak pernah saya dengar maupun lihat.  Namun anak-anak itu mengalami sendiri, bahkan melihatnya saat pembongkaran sedang dilaksanakan.  Saat saya masih kanak-kanak, para tetangga saling mengucapkan Selamat Hari Raya yang sedang saya/keluarga rayakan, entah itu Natal atau Paskah.  Namun anak-anak itu mendengarkan suara yang menyeterui mereka.  Saat masih kanak-kanak, tetangga saya saling mengirimkan makanan saat hari-hari raya mereka, entah itu Maulud, Idul Fitri atau Idul Adha.  Namun anak-anak itu mendapatkan makanan penekanan/ketidakadilan.  Saat masih kanak-kanak, saya bermain bersama dengan siapa saja, entah itu si hitam, putih, merah, kuning, dan sebagainya.  Namun anak-anak itu mungkin hidup seperti di pengasingan.  Parahnya, mereka hidup di negara sendiri yang berdasarkan Pancasila.

Terlepas dari masalah yang sedang mereka hadapi, saya yakin bahwa segala sesuatu pasti ada jalan keluar/solusinya.  Apalagi negara Indonesia adalah negara hukum dan berdasarkan Pancasila.  Yang saya tahu bahwa bila sesuatu sudah mendapatkan ijin resmi sebelumnya, resmi kepemilikannya, bahkan sudah berjalan cukup lama, maka segala sesuatu yang akan diputuskan tidak berlanjut dengan kesewenang-wenangan, apalagi dengan pemaksaan, tetapi melalui prosedur-prosedur yang ada/hukum. Terlepas dari masalah tersebut, hati nurani saya berteriak untuk menulis hal ini, memanggil para pembaca dan pendengar warta ini yang sudah tidak asing lagi di telinga, agar kita yang berwawasan luas, berpendidikan, berhati nurani, dan memiliki hati kasih serta bijaksana, dan tentunya sebagai masyarakat Indonesia yang beraneka ragam untuk kembali bergandengan tangan.  Infiltrasi atau gangguan dari dalam negara sendiri jauh lebih berbahaya dari yang datang dari luar dan sudah terbukti lewat sejarah sebelumnya. Mari, jangan lengah! Katakan tidak ada yang dapat memporak-porandakan kesatuan dan persatuan bangsa apa pun bentuknya!  Bangsa ini dibangun di atas jutaan darah manusia.  Untuk itu mari kita hargai perjuangan para pahlawan kita.

Selain itu kita tentu bersyukur memiliki keindahan bumi Pertiwi yang tidak banyak dimiliki oleh negara lain.  Namun bila rakyatnya tidak hidup damai bersatu, keindahan tersebut tidak akan membawa berkat untuk siapa pun di bumi Pertiwi ini.  Berkat yang sia-sia dan dapat diambil kembali oleh pemilik-Nya.  Tsunami sudahlah cukup untuk kita bahwa Tuhan sudah menunjukkan kuasa-Nya.  Segala sesuatu diijinkan terjadi oleh-Nya karena maksud tertentu.  Maka kita tak ingin Indonesia seperti Sodom dan Gomora.  Kita tak perlu mendapatkan teguran dari Yang Maha Kuasa untuk membuat semua rakyat Indonesia saling bergandengan tangan.  Maka berkat keindahan alam tersebut tentunya dapat dinikmati bersama dengan keseimbangan hati, keutuhan cinta kasih, saling menghormati, dan kerukunan hidup bersama.

Inginkah kita hidup berdampingan seperti itu?  Siapakah yang tidak ingin hidup dalam cinta kasih?  Mari kita ciptakan surga di bumi Ibu Pertiwi, bukan neraka yang merenggut jiwa dan hati. Salam Bhinneka Tunggal Ika dan selamat marayakan Paskah untuk masyarakat Indonesia yang Nasrani. (*)

Sumber foto: Fotosearch

Keterangan: tulisan ini telah tayang di HOKI (rubrik Nasional), Sabtu 30 Maret 2013:
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=8&jd=Indahnya+Surga+di+Bumi+Pertiwi%3F&dn=20130330035737